Hidayati, Indah (2023) Tafsir Ayat Nikah Mut’ah: Studi Komparatif Tafsir Al-Mizan dan Tafsir Adwa’ Al-Bayan. Other thesis, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Full text not available from this repository.Abstract
Islam sangat menganjurkan pernikahan sebagai pengatur kehidupan di
muka bumi, agar terjalin ikatan antara pihak laki-laki dan pihak perempuan.
Namun, dibalik anjuran pernikahan tersebut, pernikahan yang masih menjadi
perdebatan pada saat ini adalah nikah mut’ah. Ulama Sunni mengharamkan, akan
tetapi ulama Shi’ah membolehkan. Adapun nikah mut’ah, yaitu pernikahan
seorang laki-laki dengan seorang wanita dalam batas waktu tertentu, dengan
sesuatu pemberian kepadanya, berupa harta, makanan, pakaian, atau yang
lainnya. Kajian nikah mut’ah bukan merupakan topik yang baru, ada banyak riset
terdahulu yang meneliti hal yang sama. Namun, beberapa penelitian yang telah
penulis temui, kajian tersebut hanya berkutat pada beberapa hal, diantaranya
yaitu tentang kebolehan atau keharaman nikah mut’ah menurut pandangan
ulama, serta al-Qur’an dan Hadis. Sehingga pada penelitian ini akan mencoba
mendalami pendapat dua ulama tafsir dalam karya-karyanya yang memiliki sudut
pandang berbeda.
Dalam penelitian ini digunakan metode analisis tafsir Muqaran, yaitu
tafsir yang menggunakan cara perbandingan atau komparasi. Dalam hal ini
penulis membandingkan antara dua mufasir yaitu T{abat}aba’i dan Al-Shanqit}i
tentang nikah mut’ah. Tafsir al-Mizan dan tafsir Adwa al-Bayan akan relevan
untuk dikomparatifkan, sebab kedua tafsir tersebut ditulis oleh ulama yang hidup
pada masa yang sama, yakni T{abat}aba’i yang hidup antara 1902-1981 M dan al-
Shanqit}i pada tahun 1907-1973 M. Selain itu, kedua pengarang tafsir tersebut
memiliki latar belakang aliran fikih yang berbeda, dimana T{abat}aba’i menganut
aliran Shi’ah sedangkan al-Shanqit{i beraliran Sunni.
Hasil dari penelitian ini adalah para ulama berbeda pendapat dalam
menetapkan hukum nikah mut’ah. Paling tidak ada dua aliran yang berbeda.
Aliran pertama mengatakan nikah mut’ah adalah haram. Sedangkan aliran kedua
mengatakan nikah mut’ah adalah halal. Dalam menafsirkan QS. An-Nisa’ ayat
24, kedua mufasir tersebut yakni T{abat}aba’i dan Al-Shanqit}i sangat bertolak
belakang dalam menafsirkan kebolehan nikah mut’ah. Hal ini dapat dilihat dari
penafsiran keduanya terhadap ayat ini pada kata ‚Istamta’tum‛. Pendapat
pertama yakni dari T{abat}aba’i yang menyebutkan bahwa kata tersebut memiliki
makna nikah mut’ah, dengan alasan ayat ini adalah ayat Madaniyah yang
terdapat di dalam Surah An-Nisa’, turun pada pertengahan awal masa Nabi Saw.
setelah hijrah. Sehingga beliau mengatakan bahwa nikah mut’ah, terjadi dan
dilakukan para sahabat pada saat itu. Pendapat tersebut kemudian ditentang oleh
Al-Shanqit{i dalam kitab tafsirnya ‚Adwa’ul Bayan‛. Dalam kitabnya beliau
menegaskan bahwa ayat ini memang berkaitan dengan akad pernikahan, dan
bukan nikah mut’ah seperti yang dikatakan oleh orang-orang yang tidak
mengetahui maknanya.
Kata kunci : Nikah Mut’ah, T{abat}aba’i, Al-Shanqit}i
Item Type: | Thesis (Other) |
---|---|
Subjects: | L Education > L Education (General) |
Divisions: | Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama > Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir |
Depositing User: | editor |
Date Deposited: | 27 May 2024 03:08 |
Last Modified: | 02 Oct 2024 01:53 |
URI: | https://repository.uinjambi.ac.id/id/eprint/120 |